Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated
Pengadilan Jerman memenangkan seorang guru wanita Muslimah korban diskriminasi. Muslimah tersebut ditolak bekerja di sebuah sekolah umum hanya karena dia mengenakan jilbab.
Dilansir dari Dailysabah pada Kamis (10/02), pengadilan Tenaga Kerja Regional Berlin-Brandenburg memerintahkan pemerintah kota Berlin untuk membayar sebesar € 8.680 ($ 9.248), sebagai kompensasi untuk wanita yang telah mengajukan gugatan terhadap Departemen Pendidikan.
Hakim Renate Schaude memerintahkan agar kementrian memberikan pekerjaan kepada guru yang ditolak akibat jilbab, karena hal itu melanggar hukum dan diskriminatif.
Pada tahun 2015, keputusan utama Pengadilan Konstitusi Jerman telah membatalkan larangan umum pada yang mengenakan jilbab, dan memutuskan bahwa larangan tersebut hanya bisa dikenakan jika jilbab guru menciptakan kontroversi, dan mengancam lingkungan damai sekolah.
Hakim menggaris bawahi, bahwa fakta jilbab wanita Muslim tidak menimbulkan ancaman nyata bagi bagi perdamaian di sekolah, yang mana ia hanya ingin bekerja di Berlin. Dan akhirnya menyimpulkan bahwa keputusan untuk tidak memberikan dia pekerjaan mengajar adalah diskriminatif.
"Keputusan untuk tidak memberikan dia pekerjaan mengajar karena jilbab adalah perbuatan diskrimantif," tegasnya seperti dikutip Daily sabah.
Meskipun pada tahun 2015 Mahkamah Konstitusi memutuskan, sejumlah negara Jerman, seperti Hamburg, Schleswig-Holstein dan Berlin enggan untuk mempekerjakan guru yang mengenakan jilbab, yang mana mereka sering mengutip ketentuan "hukum netralitas".
Hukum Netralitas Jerman yaitu melarang pegawai publik, termasuk guru, polisi, dan pekerja keadilan untuk mengenakan pakaian dan simbol-simbol agama.
Pemerintah koalisi yang dipimpin Partai Sosial Berlin masih terbagi atas masalah ini, dengan dua mitra minor dari koalisi yaitu The Greens dan Partai Sayap Kiri yang mendukung perubahan dalam hukum netralitas, namun Partai Demokrat Sosial (SPD) membela akan undang-undang ini.
Meskipun pembatasan yang diberlakukan Pemerintahan Berlin pada guru yang mengenakan jilbab, akan tetapi di banyak negara bagian lain seperti Bremen, Lower Saxony, Hesse dan Baden-Wuerttemberg larangan Jilbab telah dicabut.
Jerman adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar kedua di Eropa, dan di antara empat juta Muslim, tiga juta dari mereka berasal dari Turki.
Meskipun beberapa negara Jerman melarang jilbab bagi guru, akan tetapi negara tidak memiliki hukum yang melarang siswa perempuan Muslim mengenakan jilbab di sekolah menengah maupun universitas.
Berbeda dengan Perancis, negara yang memiliki penduduk Muslim terbesar di Eropa ini memiliki aturan sekuler yang melarang ketat mengenakan jilbab di sekolah.
Tahun 1905, hukum sekularisme Perancis melarang pegawai pemerintah untuk menampilkan keyakinan agama di tempat kerja. Pada tahun 2004, hukum diperluas yaitu melarang siswa mengenakan apapun/tanda-tanda mencolok dari agama, seperti jilbab, kupluk atau salib di sekolah-sekolah.
Lebih jauh, di Inggris terdapat hampir 3 juta Muslim tinggal di negara tersebut. Namun hukum pemerintah disana tidak melarang busana Islami di sekolah-sekolah.
Reporter : Mufti Amrullah
Sumber : Daily Sabah
The post Ditolak Bekerja karena Hijab, Gugatan Muslimah Korban Diskriminasi Dikabulkan appeared first on Kiblat.
Dilansir dari Dailysabah pada Kamis (10/02), pengadilan Tenaga Kerja Regional Berlin-Brandenburg memerintahkan pemerintah kota Berlin untuk membayar sebesar € 8.680 ($ 9.248), sebagai kompensasi untuk wanita yang telah mengajukan gugatan terhadap Departemen Pendidikan.
Hakim Renate Schaude memerintahkan agar kementrian memberikan pekerjaan kepada guru yang ditolak akibat jilbab, karena hal itu melanggar hukum dan diskriminatif.
Ilustrasi Muslimah di Eropa |
Pada tahun 2015, keputusan utama Pengadilan Konstitusi Jerman telah membatalkan larangan umum pada yang mengenakan jilbab, dan memutuskan bahwa larangan tersebut hanya bisa dikenakan jika jilbab guru menciptakan kontroversi, dan mengancam lingkungan damai sekolah.
Hakim menggaris bawahi, bahwa fakta jilbab wanita Muslim tidak menimbulkan ancaman nyata bagi bagi perdamaian di sekolah, yang mana ia hanya ingin bekerja di Berlin. Dan akhirnya menyimpulkan bahwa keputusan untuk tidak memberikan dia pekerjaan mengajar adalah diskriminatif.
"Keputusan untuk tidak memberikan dia pekerjaan mengajar karena jilbab adalah perbuatan diskrimantif," tegasnya seperti dikutip Daily sabah.
Meskipun pada tahun 2015 Mahkamah Konstitusi memutuskan, sejumlah negara Jerman, seperti Hamburg, Schleswig-Holstein dan Berlin enggan untuk mempekerjakan guru yang mengenakan jilbab, yang mana mereka sering mengutip ketentuan "hukum netralitas".
Hukum Netralitas Jerman yaitu melarang pegawai publik, termasuk guru, polisi, dan pekerja keadilan untuk mengenakan pakaian dan simbol-simbol agama.
Pemerintah koalisi yang dipimpin Partai Sosial Berlin masih terbagi atas masalah ini, dengan dua mitra minor dari koalisi yaitu The Greens dan Partai Sayap Kiri yang mendukung perubahan dalam hukum netralitas, namun Partai Demokrat Sosial (SPD) membela akan undang-undang ini.
Meskipun pembatasan yang diberlakukan Pemerintahan Berlin pada guru yang mengenakan jilbab, akan tetapi di banyak negara bagian lain seperti Bremen, Lower Saxony, Hesse dan Baden-Wuerttemberg larangan Jilbab telah dicabut.
Jerman adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar kedua di Eropa, dan di antara empat juta Muslim, tiga juta dari mereka berasal dari Turki.
Meskipun beberapa negara Jerman melarang jilbab bagi guru, akan tetapi negara tidak memiliki hukum yang melarang siswa perempuan Muslim mengenakan jilbab di sekolah menengah maupun universitas.
Berbeda dengan Perancis, negara yang memiliki penduduk Muslim terbesar di Eropa ini memiliki aturan sekuler yang melarang ketat mengenakan jilbab di sekolah.
Tahun 1905, hukum sekularisme Perancis melarang pegawai pemerintah untuk menampilkan keyakinan agama di tempat kerja. Pada tahun 2004, hukum diperluas yaitu melarang siswa mengenakan apapun/tanda-tanda mencolok dari agama, seperti jilbab, kupluk atau salib di sekolah-sekolah.
Lebih jauh, di Inggris terdapat hampir 3 juta Muslim tinggal di negara tersebut. Namun hukum pemerintah disana tidak melarang busana Islami di sekolah-sekolah.
Reporter : Mufti Amrullah
Sumber : Daily Sabah
The post Ditolak Bekerja karena Hijab, Gugatan Muslimah Korban Diskriminasi Dikabulkan appeared first on Kiblat.
Original Article